Mimpi - Mimpi Terpendan [Chapter 6,7,8]
--
[Chapter 6]
Happy Reading ~!^^
Karya : Mira W
________________________________________________________________________________
Pagi itu Anna sudah menunggu di rumah. Hari ini pikirannya lebih cerah. Dirinya merasa bugar dan wangi. Sejak bangun tadi sudah disiramnya rumput dan bunga-bunga di taman depan. Sarapan untuk Rachel pun ia sendiri yang menyiapkannya. Setelah kembali dari bank mengambil uang, kini ia seorang diri di rumah. Rachel dan Mercy akan langsung ke mall setelah pulang dari play group.
Dihitungnya kembali tumpukan uang di tangannya. Semua ada enam puluh ikat. Jumlah yang sangat besar. Ia tersenyum ketika pegawai bank tadi tertegun melihatnya membawa uang sebegitu banyak dalam tas plastik belanja hitam tanpa pengawal seorangpun. Sejak dulu, Anna selalu menyukai uang. Kini barang yang disukainya itu ada dalam pangkuannya.
Anna teringat kata-kata bijak bahwa uang adalah malapetaka dan ia telah membuktikannya. Beberapa kali Anna mendapati Andre mengkhianatinya karena uang berlimpah. Dengan kekayaan yang begitu cepat diraih dalam usia muda, Andre hampir saja meninggalkan Anna. Namun kerja kerasnya membawa hasil. Tekanan yang dilakukannya bertubi-tubi pada Andre hingga pria itu akhirnya bersedia menikahinya tanpa daya.
Dibukanya laci dalam kamarnya yang selalu terkunci bahkan Andrepun tak pernah tahu bahwa laci itu selalu terkunci. Andre selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Dikeluarkannya beberapa kertas. Ada nota hotel, tiket pesawat, karcis bioskop, nota cafe, karaoke, diving club dan diskotik. Itu semua adalah bukti-bukti pengkhianatan Andre terhadapnya. Anna mencintai pria itu namun entah mengapa ia enggan untuk membuang kertas-kertas tersebut, bahkan hingga kini semuanya ia simpan rapi dalam laci pribadinya.
Dibacanya tiap lembar kertas tersebut. Anna selalu merasa puas setelah membaca kertas-kertas itu.
Tanggal 21 Peb 2000, Hotel French Kiss, enam hari. Tanggal 14 March 2000 jam 20:00 karcis Bioskop Great’s Movie dua bangku VVIP.
Tanggal 30 March 2000 jam 21:00; dua piring stick T-bone, satu botol anggur Bols dan dessert dari café Nanaomi Steak…
…dan seterusnya....
Anna mendesah, dikembalikannya kertas-kertas itu tersusun rapi di lacinya kembali. Anna mendapati dadanya terasa sesak. Ia benci suaminya namun ia mencintainya. Pernah terlintas dalam benaknya untuk mengkhianati Andre suatu hari, toh ia diperlakukan yang sama oleh suaminya. Namun hingga kini ia tak punya keberanian untuk memulainya.
Anna bangkit berdiri menghadap cermin. Disisirnya rambut hitamnya yang bergelombang. Aroma harum tercium dari rambutnya. Sebelum ke bank tadi, ia sempat creambath di salon sebelah bank. Anna mengamati dirinya dalam cermin. Blazer merah mudanya terlihat serasi dengan dalaman putih dan rok putih ketatnya. Lututnya menyembul halus di bawah rok dengan belahan samping. Diangkatnya sedikit tungkai kaki kanannya dan ia puas menatap paha putih mulusnya mengintip dari balik belahan rok. /Kau cantik Anna./ Bibirnya tersenyum tipis sambil tetap menatap cermin di hadapannya. Setelah berulangkali bolak-balik menghadap kanan dan kiri ia berbalik membelakangi cermin menengok ke belakang. Dilihatnya rok putih membungkus erat pantatnya yang berisi. Tiba-tiba ada desakan kuat dalam dadanya. Hawa panas dan amarah. /Kurang ajar kau Andre! Suatu saat akupun bisa membalasmu!/
-- “Nah,Nyonya, apakah kau sudah mempersiapkan uangnya?” Fred membuka pembicaraan.
“berapa yang harus aku bayar?” Anna menyilangkan kakinya. Hari ini ia lebih percaya diri dengan satu tas penuh uang di rumahnya.
Fred hanya tertegun memandang pemandangan indah di depannya. Reynold masih menampilkan mimik galaknya walau sesekali Anna mendapati pria itu mencuri-curi kesempatan melirik ke kakinya yang indah. Sementara Andre masih tetap tampil beda dengan kedua rekannya. Ia sibuk menyiapkan kertas bersegel dari dalam tasnya. Dasinya bergambar kupu-kupu terlihat serasi dengan wajahnya yang putih bersih.
“hai…berapa aku harus bayar?” Anna merasa semakin percaya diri. Ia menikmati susana itu.
”ehm...menurut tagihan...enam puluh ribu dollar,” jawab Andre. Selintas Anna memergoki Fred terlihat meneguk ludah seperti anak remaja yang menjumpai gadisnya pertama kali.
”berapa discountnya?”
”ehm.., eh...mungkin seribu dua ribu...”
“lebih baik aku tak bayar!” kata Anna tegas.
Ketiga tamunya celingukan. Kini mereka seperti tak berdaya.
”baiklah lima ribu dollar...,” kata Andre.
“Tidak.”
Andre terkesiap. Kini mereka yang menjadi bulan-bulanan.
“apa kalian tidak tahu bahwa bunganya sendiri hampir empat puluh lima ribu dollar?” Anna menurunkan kakinya dan mencondongkan tubuhnya ke depan,” dan kalian memberi discount lima ribu?” lanjutnya.
“baiklah, Nyonya…begini...eh...kami harus konsultasi ke pimpinan kami dahulu. Setelah itu anda akan mendapatkan eh.. kepastian berapa jumlah discountnya,” Andre menjawab ragu-ragu.
”baiklah. Saya tunggu besok”
-- Malam itu Andre benar-benar lelah, Pizzo Rent Car profesional dalam mengurus mobil tapi payah dalam infrastruktur komputernya. Berkali – kali ia harus menghadapi penyusup dan menunggu titik-titik kuning itu berubah hijau sebelum melanjutkan kerjanya.
Baru saja Anna menelpon dan menceritakan semuanya. Andre beruntung isterinya tidak memancing dengan kata – kata kangen lagi. Ia sudah tidak merasakan gairah dengan isterinya dan kini tubuhnya benar-benar letih. Hanya satu yang ia inginkan. Berendam dalam bak hangat kamar hotelnya.
Setelah sejam lebih ia berendam, tubuhnya terasa lebih segar dan ia melempar dirinya ke ranjang empuk tanpa berpakaian sama sekali. Tiba-tiba handphonenya berbunyi tanda pesan sms masuk.
Isinya :
“…hello brown banana…”
/Janet!/
Andre tersenyum dan membalasnya
“…kemari sayang… kau harus membuktikan bahwa diriku tukang cukur handal…”
Tiba-tiba ia merasa ingin bercinta dengan Janet. Bercinta dalam kenyataan bukan khayalan.
Andre ingin mengirim sms lagi ke Janet tapi menundanya. /Aku akan menunggu ia membalasnya./
Saat Andre membolak-balik badannya di ranjang resah menunggu, handphonenya kembali berbunyi. Ditatapnya layar mungil di hadapannya. Isinya :
“kangen….”
Andre sudah akan tersenyum ketika disadarinya pengirim pesan tersebut adalah isterinya. /Sial!/
Andre berbaring diam menunggu balasan dari Janet. Setelah setengah jam handphonenya tak berbunyi, ia mengetik pesan sms isinya :
“ bercinta yuu…”
diketiknya nomor handphone Anna . Janet mungkin sudah tertidur dan Andre memutuskan tidak ada salahnya bermesraan melalui telepon dengan isterinya. dan ia terbaring menunggu dengan mata yang tak bisa terpejam hingga hampir pagi. Ribuan kilometer darinya, Anna sudah tertidur pulas di ranjangnya sendiri sejak tadi.
_________________________________________________________________________________
[Chapter 7]
Happy Reading~!^^
Anna mempersilakan ketiga tamunya duduk. Mereka kini terlihat lebih sopan.
”jadi..berapa yang harus aku bayar?” tanya Anna langsung pada pokok persoalan.
”Tiga puluh lima ribu, Nyonya,” jawab Andre tegas sambil menunjuk kertas di hadapannya , ” dan anda akan memiliki kertas segel ini..”
”aku mau tiga puluh ribu dollar,” jawab Anna tegas.
”tidak bisa Nyonya”
”pasti bisa bukan?” Anna kembali menyilangkan kakinya. Kini ia mengenakan terusan gaun pink selutut dengan jaring transparan di pinggul dan punggungnya. Ia tahu kelemahan pria dan ia memutuskan untuk menghukum mereka.
Ketiga pria itu terdiam.
Fred menatap betis di hadapannya.
Reynold sudah tak malu-malu lagi menatap pinggulnya.
Sementara Andre tetap fokus pada mata sang tuan rumah.
”tidak bisa,” Andre memecah keheningan
”apa memang senilai itu batas yang diberikan bosmu?”
”ehm... sejujurnya tidak Nyonya. Tapi kami membutuhkan fee dalam pekerjaan ini,” jawab Andre jujur. Kedua temannya kaget mendengar jawaban Andre.
”Berapa sebenarnya?”
”ehm..dua puluh lima ribu dollar.” jawab Andre sudah kepalang basah.
“Kertas segel itu anda tanda tangani tiga puluh lima ribu dollar. Dua puluh lima ribu dollar untuk FSDC. Lima ribu dollar untukku dan sisanya kalian miliki,” Anna menantang. Anna sudah meyakinkan dirinya bahwa inilah pembalasan untuk suaminya. Lima ribu dollar cukup layak untuk membalas pengkhianatan yang pernah dilakukan Andre selama ini.
Ketiga tamunya berpandangan.
Tiba-tiba Reynold bicara pelan dan datar namun cukup jelas terdengar oleh mereka semua.
”Nyonya,kau layani kami dan kami hanya mengambil tiga ribu. Sisanya kau miliki.”
Anna terkesiap. Tak percaya pada pendengarannya.
”maaf, maksud anda...?”
”kertas segel itu akan bertandatangan tigapuluh lima ribu. Dua puluh lima ribu kami bawa ke kantor. Tiga ribu untuk kami dan sisanya kau miliki.” Reynold kini mengambil alih pembicaraan sementara Andre dan Fred menahan nafas tak percaya atas tawar menawar ini. Bagi mereka berdua ini sudah di luar rencana.
Keempatnya terdiam dalam keheningan. Otak Anna bekerja keras, perasaannya mulai gelisah.
”lebih jelasnya bagaimana?” Anna kembali bertanya. Dadanya mulai berdegup lebih keras.
”ehm..maaf nyonya...anda wanita menarik dan dewasa. Kami bertiga pria normal. Anda tentu tahu maksud kami.”, Reynold menjawab agak ragu.
Anna terdiam, dadanya serasa ingin meledak, matanya menatap marah ke arah Reynod. Mereka berani berkata kurang ajar di rumahnya. Namun ia berusaha tetap tenang, ”kau sadar bukan dengan yang kau katakan?”
”aku bisa laporkan ini ke bosmu!” lanjutnya.
”kami hanya memberikan penawaran yang lebih baik,Nyonya,” Reynold menanggapi dingin, ”bukankah bagian anda menjadi lebih besar?”
Anna mengalihkan pandangan ke sekeliling ruangan. Situasi ini sama sekali tak diduganya. Mulutnya sudah terbuka tapi dikatupkannya kembali. Ia memang berniat membalas suaminya namun bukan dengan cara seperti ini. Keheningan kembali menyelubungi ruangan.
“Ehm, Nyonya…anda tentu bisa menolaknya bila tak berkenan…dan anda membayar uang tigapuluh lima ribu seperti tawaran kami tadi,” Andre mencoba memecah kebekuan berusaha mengembalikan situasi.
“Bagaimana Nyonya ?” Reynold kembali mendesak. Baginya bila sudah terlanjur basah tak ada kata yang akan ditariknya kembali.
Anna masih diam tak percaya menghadapi situasi ini. Kepalanya berpikir keras, “ dan aku memiliki tujuh ribu dengan segel tiga puluh lima ribu?”
“Tentu Nyonya. Tentu. Tujuh ribu bukan jumlah yang sedikit Nyonya.”
Anna tersenyum, dan berkata ,”Baiklah….”
Ia bangkit dari duduk melangkah ke dalam kamar. Ketiga tamunya saling berpandangan masih tidak percaya usul Reynold diterima dengan mudahnya.
“ Bagaimana kalau aku yang lebih dahulu,” tanya Reynold bergantian menatap kedua rekannya, “ aku yang mengusulkannya.”
Fred dan Andre saling memandang.
“Aku yang terakhir,” sahut Andre.
Fred menarik nafas lega. Ia harus mengakui keberanian Reynold dan jiwa besar Andre.
Lima menit kemudian Anna muncul dengan membawa sebungkus kertas berwarna coklat yang penuh terisi uang.
”Nah, mana segelku?”
Andre buru-buru menandatangi kertas bersegel itu dan disodorkannya.
“Tiga puluh lima ribu,” Anna berkata sambil membaca dengan teliti kertas segel itu.
“Baiklah tuan-tuan, apa akan dilakukan di rumahku?”
”Ehm...terserah pada Nyonya,” Reynold berkata sambil menelan ludah. Dirinya masih tak percaya akan bisa menikmati wanita di hadapannya itu.
”well, kalian bertiga, siapa yang lebih dulu akan melakukannya?” Anna bertanya memandang tamunya bergantian.
“Mmm..saya Nyonya,” kata Reynold.
“Kemudian?”
“Fred dan terakhir Andre.”
“Baiklah, ini uangmu. Hitunglah.”
Ketiga pria itu mulai menghitung tumpukan uang dengan tidak sabar.
“Dua belas ribu.” Andre yang pertama selesai menghitung.
Reynold meletakkan uang di tangannya, “sepuluh ribu.”
“tiga belas ribu.” Fred yang terakhir selesai menghitung uang di tangannya.
Ketiganya berpandangan.
“jadi, semuanya tiga puluh lima ribu,” ujar Andre.
“lebih tujuh ribu Nyonya,” Reynold menambahkan.
“Sesuai segel tuan-tuan. Sekarang kalian angkat kaki dari sini! semua urusan kita selesai!” Anna melangkah ke pintu.
Ketiga tamunya menatap Anna bingung.
”Tapi Nyonya....”
”Kalian pergi atau kutelepon polisi!” bentak Anna.
Mereka tercekat mendengar ancaman Anna. Situasi telah berbalik. Ketiganya bergegas mengumpulkan tumpukan uang itu dan memasukkannya ke dalam tas. Saat mereka melangkah ke luar , telinga Reynold sempat mendengar Anna berkata lantang, ” aku tak suka urutannya.....”
________________________________________________________________________________
[Chapter 8]
Happy Reading~!^^
Michel sedang seorang diri di ruang kerja kantornya yang baru. Bosnya sekarang jauh berbeda dengan gaya Andre memimpin. Ia amati lagi berkas-berkas tersebut. Sudah sejak pagi ia terpekur dengan tumpukan kertas di atas mejanya. Pajak merupakan sumber penghasilannya selama ini. Namun beberapa kali ia membolak-balik seluruh berkas keuangan perusahaan belum satupun celah didapat.
Lebih baik beristirahat dulu, pikirnya dan Michel melepas dasinya , meraih gagang telepon , menekan beberapa nomor dan meluruskan kakinya ke atas meja. Terdengar nada tunggu sebelum akhirnya sebuah suara terdengar.
“ hallo..” Suara isterinya terdengar di gagang telepon,
“ yammy,aku menunggu di kantor..Apa kau sudah selesai belanja?”
” sebentar lagi sayang.”
” jemput aku ya”
“ seperempat jam, di lobby bawah.”
”oke..bye..” Michel meletakkan gagang telepon.
Disandarkan kepalanya di kursi kerja kerjanya. Isterinya masih berbelanja dan ia mempunyai beberapa menit untuk merenungkan urusannya saat ini. Perusahaan tempatnya bekerja ini sama sekali tidak mempunyai celah dalam laporan keuangannya. Michel telah memperingatkan dirinya untuk lebih berhati-hati. Kejadian dalam perusahaan Andre membuatnya harus memastikan apa yang ia kerjakan kali ini tak akan tercium.
Pikirannya kembali melayang ke hari saat ia dipanggil Andre. ’..isterimu menarik..aku pernah melihatnya berbicara dengan kau...’
Michel mendesah. Andre memang gila dan ia sangat membencinya. Villa kecil impiannya menjadi tempat keliaran nafsu Andre.
’..dia bukan ahli dalam bercinta..’ itu yang dikatakan Yammy beberapa hari setelah Michel menjemputnya. Darah Michel selalu mendidih bila mengingat itu semua. /Awas kau Andre!/
Aku harus mencari tahu dimana ia berada kini, pikir Michel. Setelah itu aku akan mencari cara untuk membalasnya!.
Matanya kembali memandang tumpukan berkas di mejanya. ”Well, aku lanjutkan besok pagi saja,” gumam Michel pada diri sendiri. Dirapikannya seluruh berkas tersebut sebelum melangkah ke pintu.
Di lobby bawah, dua orang satpam asyik mengobrol. Tak tampak satupun tamu di lobby bawah. Ia menggosok-gosokkan alas sepatunya di keset pintu lobby. Ditatapnya lapangan parkir yang sepi. Mobil Yammy belum tampak, ia melangkah ke sisi kanan teras lobby menuju sebuah bangku taman. Pemandangan dari bangkunya ini terhalang oleh tiang besar bangunan sehingga keberadaanya tak mencolok namun Yammy pasti mengetahuinya. Yammy selalu hapal kebiasaan Michel bahkan hingga tempat mana saja yang dipilih Michel untuk menunggu. Setelah beberapa menit muncul sedan hitam dari pelataran parkir. Remnya mendecit tepat di dekat tempatnya menunggu. Ia bergegas membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.
”Hallo sayang, hari ini menyenangkan?” Yammy bertanya sambil mengecup pipinya dengan kedua tangan menggenggam setir.
“Yah, biasalah. Kau sudah makan?” Michel balik bertanya.
”Belum. Kau?”
“Belum. Kita makan di Resto Orange, bagaimana?”
“Oke..kami antar Yang Mulia,” Yammy tersenyum menggoda. Dirinya sedang bahagia. Ia puas dengan acara berbelanjanya hari ini. Bross Burung Merak yang diinginkannya berminggu-minggu lalu sudah didapatnya begitu pula dengan gaun tidur berwarna pink. Michel pasti akan terpesona dengan belahannya.
“ Michel, kau buka plastik coklat di belakang itu. Aku membeli dasi untukmu,” Yammy berkata sambil membelokkan setirnya menuju gang-gang sempit. Mereka menamai gang-gang sempit itu dengan nama “jalur tikus”. Saat-saat jam pulang kerja seperti ini jalanan selalu macet. Michel dan Yammy selalu bisa mengatasi masalah itu dengan melalui jalur – jalur tikus.
”Hmm...kuning lagi?” Michel merentangkan dasi tersebut di hadapannya.
“Tentu sayang. Kau tahu aku suka warna kuning. Lagipula kau kelihatan handsome dengan dasi kuning dalam stelan gelapmu itu.”
“Ya tapi kau baru membeli dasi kuning minggu lalu.”
”sayang...kau serasi dengan dasi kuning tersebut,” Yammy menoleh padanya,” percayalah padaku.”
Michel menoleh pada isterinya. Ia selalu merasa isterinya lebih mengetahui apa yang pantas dan tidak untuknya. Dimasukkannya kembali dasi tersebut pada plastik pembungkusnya.
”Michel...” Yammy memanggilnya tanpa menoleh.
”Ya..”
”Cobalah dasi itu. Aku ingin melihatnya.”
”dasi ini? Sekarang?”
Yammy mengangguk. Matanya tetap menatap ke jalan di depannya.
” belum disetrika...,” Michel berkata malas.
”tidak lusuh kok. Pakailah sayang,”
Michel membuka kembali bungkusan coklat tersebut dan menarik-narik dasi yang dikenakannya. Lima menit kemudian ia telah menggunakan dasi barunya.
“Bagaimana?” Michel menghadapkan dadanya ke arah Yammy.
“Hmm…handsome,honey. Sudah kubilang kau pantas dengan dasi itu.” Yammy tersenyum.
Michel meluruskan badannya kembali. Ia merogoh permen karet dari laci dashboard. Beberapa saat kemudian mulutnya sudah mulai mengunyah permen tersebut. Rasa asam manis di lidahnya bisa mengurangi kepenatan dirinya. Diaturnya posisi tempat duduk dan ia merebahkan sandarannya sambil meluruskan kakinya. Michel mengeraskan suara tape dan menikmati alunan lembut musik jazz sambil mulai melepas dasi barunya. Yammy melirik ke arahnya,” jangan kau lepas Michel. Aku ingin kau memakainya.”
Michel tertegun berhenti mengunyah. Dikencangkannya kembali ikatan dasinya dan melempar dasi lamanya ke jok belakang. Ia selalu mengalah untuk urusan yang satu ini.
Beberapa menit kemudian mereka sudah kembali ke jalan besar , setelah melewati lampu merah mereka berbelok ke kanan dan memasuki pelataran parkir Orange Resto.
Mereka memilih tempat di dekat akuarium laut besar di tengah-tengah ruangan. Beberapa menu sudah mereka pesan dan saat Michel sedang membenarkan letak dasi barunya yang terasa mencekik leher, matanya terbelalak. Beberapa meter di hadapannya ia melihat sesosok pria yang dikenalnya. Pria bersetelan gelap itu membelakanginya namun ia hapal betul dengan posturnya. Andre!
Ia memperhatikan Andre duduk berhadap-hadapan dengan seorang wanita berkaos merah . Wanita itu kelihatan muda dan energik dengan rambut coklat gelap seleher. Michel memperhatikannya menatap Andre dengan penuh perhatian. Dirinya menduga wanita itu bukan isteri Andre.
”Michel, aku ke toilet dulu... ,” Yammy membuyarkan perhatiannya. Michel mengangguk tak menjawab dan memperhatikan isterinya melangkah menuju toilet. Ditatapnya kembali wanita di hadapan Andre. Ia menyukai style wanita itu. Wanita muda bertubuh langsing dan kelihatan energik serta moderen. Yammy, isterinya cantik dan sexy namun tidak seenergik wanita yang bersama Andre itu. Baginya Yammy terlihat lebih menggoda dengan selalu berpenampilan ketat pada pinggul dan payudaranya namun wanita di hadapan Andre itu terlihat lain.
Tiba-tiba ia tersadar bahwa letak toilet itu di belakang meja Andre. Saat Yammy ke toilet tadi tentu Andre tidak terlalu memperhatikannya karena Yammy berjalan membelakanginya. Dirinya ingin tahu apa reaksi Andre bila melihat Yammy yang tak lama lagi akan muncul dari toilet. Yammy akan berjalan di hadapannya pasti bedebah itu akan menyapanya dan memperkenalkan pada wanita di hadapannya sebagai isteri salah satu karyawannya. Meski seharusnya Andre menyadari bahwa ia kini telah kehilangan perusahaan yang dibanggakannya dan mengakui bahwa dirinya tak lebih dari pengangguran. Mendadak dirinya merasa puas mengingat hutang-hutang Andre dalam jumlah besar pada Bank. Bahkan sambil mengunyah kentang gorengnya saat inipun Michel masih ingat persis jumlah hutang terakhir Andre berikut bunganya sesaat sebelum dirinya dikeluarkan dari perusahaan Andre.
Michel ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan, kelihatannya mereka berdua mengobrol dalam suasana santai dan bergembira. Persis reuni bertemu teman lama. Saat Michel sedang mencoba memperhatikan menu apa yang mereka santap, Yammy muncul dari toilet. Stelan blezer putih dengan dalaman kaos putih ketat terlihat mempesona. Michel tak pernah bosan dengannya dan dadanya tiba-tiba merasa terbakar mengingat Andre juga pernah merasakan isterinya.
Yammy melangkah tenang sambil menjinjing tas kecilnya, Michel memperhatikan dengan seksama saat Yammy melintas di sebelah meja mereka. Andre sama sekali tak menoleh begitu juga dengan isterinya. Jelas-jelas mereka dalam posisi saling berhadapan dan harusnya saling melihat. Benaknya berpikir, apakah Yammy dan Andre merupakan makhluk yang pandai berpura-pura.
“Nah, Michel hidangan utama kita belum datang juga rupanya?” Yammy menarik kursinya.
“ehm..iya. Ini kentang gorengnya.”
”kau makanlah. Aku harus menjaga dietku,” ujar Yammy.
Michel menarik piring kentang goreng itu lebih dekat dan mencelupkan sepotong kentang pada saos di sisinya.
Yammy memperhatikan potongan kentang tersebut, ”jangan terlalu banyak sayang. Nanti kau kenyang sebelum makan siang kita datang.”
Michel manatap mata isterinya sejenak, membatalkan suapannya dan meletakkan kembali kentang tersebut ke piring. Dilihatnya sekilas Andre dan wanita itu masih mengobrol sambil sesekali tertawa-tawa kecil.
” Yammy, kita pindah meja saja.”
” Kenapa?”
” Aku ingin melihat pemandangan di jendela itu,” Michel menjawab sambil menjulurkan lehernya ke arah jendela.
Yammy menoleh ke arah yang ditunjuk Michel, ” baiklah..”
Setelah memanggil pelayan untuk membantu memindahkan minuman dan kentang mereka, Michel memilih kursi yang menghadap jendela. Meja mereka kini persis di belakang meja Andre. Ia ingin mendengar percakapan mereka.
”ya...kau memang nekat. Tapi aku senang bisa bertemu dengan kau,” suara wanita dari belakangnya terdengar renyah.
Michel memperhatikan isterinya mengamati pemandangan dari jendela sambil menyedot juice apelnya.
”haha...aku juga senang. Aku merindukanmu, kau tahu itu?” suara Andre terdengar jelas.
”jadi kapan kita akan bertemu lagi?”
”tentu saja sesering mungkin..” suara Andre kembali terdengar diiringi dentingan gelas.
“ya … kapan?” suara wanita itu agak serak bagi telinga Michel.
”minggu depan..bagaimana? Aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku di Pizzo Car. Mereka nol besar infrastrukturnya. Perusahaan besar itu sama sekali tidak memiliki ahli IT yang bisa menjaga sistem mereka.”
Michel tersenyum, siang ini tanpa diduganya,ia memperoleh informasi yang sangat diinginkannya. Paling tidak ia tahu Andre tengah mengerjakan proyek di Pizzo Car. Michel sangat mengenal perusahaan rental mobil terbesar di wilayah timur itu.
Diteguknya juize avocado, agak pahit rasanya. Michel melirik ke arah Yammy, isterinya itu masih asyik menatap pemandangan dari balik jendela. Ia mengikuti arah pandangan isterinya. Menara Cruisse Emperial terlihat megah dengan dinding coklatnya di antara bangunan lain. Michel ingin tahu apakah Yammy mengenal suara Andre namun isterinya itu masih tak berkedip menyaksikan pemandangan di balik jendela kelihatannya tak terpengaruh oleh suara Andre. Setelah memperhatikan isterinya sekali lagi, ia mulai berkonsentrasi mendengarkan percakapan pasangan di belakangnya.
“Nah, Wisdom…jadi minggu depan aku akan hubungi kau lagi..sementara ini kita berhubungan lewat telepon saja. Aku harus mengejar kereta kembali ke kotaku,” suara wanita di belakangnya terdengar agak serak.
“Oke, Janet…” suara Andre kembali terdengar di belakangnya.
Michel mengelus-ngelus dagunya. Jadi bedebah itu memperkenalkan dirinya dengan nama Wisdom. Benaknya berpikir, pasti wanita bernama Janet itu calon korban Andre berikutnya.
Tak lama kemudian terdengar bunyi bangku digeser dan mereka melangkah ke meja pembayaran melintas di samping meja Michel. Michel kini dapat lebih jelas menatap pasangan itu. Sang wanita mengenakan kaos merah dengan celana jeans biru. Tas putihnya terlihat serasi dengan sepatu kets putihnya. Dipandangnya wanita itu menggenggam tangan Andre layaknya pengantin baru sebelum mereka melangkah menuju pintu.
“ Michel, makanlah,” Yammy mengagetkannya. Michel tersentak. Sepiring besar lobster dengan sop kepiting yang mengepulkan asap telah tertata rapi di meja. Rupanya ia terlalu asyik memperhatikan Andre hingga tak sadar pelayan sudah menyajikan hidangan.
“aku perhatikan kau tertarik dengan pasangan yang baru saja keluar itu,” Yammy berkata menyelidik.
Michel tersenyum. Ia memutuskan untuk tidak berbohong. Yammy pasti telah melihat Andre jadi tak ada artinya ia berkelit. ”Itu Andre...” Michel berkata singkat.
Yammy tiba-tiba tersedak. Juice dalam sedotannya mengalir turun kembali ke gelas. Bibirnya masih menempel di sedotan namun matanya membelalak. Michel melihat mata isterinya yang bulat besar.
“Ada apa?” tanya Michel keheranan.
Isterinya menatap kembali ke arah pintu restaurant, ” kau bilang itu Andre?”
”Ya. Itu Andre. Kau pasti tahu bukan?” Michel bertanya dengan nada rendah. Dadanya terasa terbakar api cemburu. Ia harus mengakui wajah Andre yang tidak terlalu tampan telah membuktikan bahwa wajah bukan segalanya. Banyak wanita tergila-gila oleh Andre. Bukan hal yang mustahil isterinyapun hanya berpura-pura saat mengatakan bahwa Andre bukan pecinta yang baik.
Yammy tersenyum kecut. Ia merasa suaminya mempermainkan dirinya.
“Kau bilang itu Andre. Bekas bosmu?” Yammy balik bertanya.
Kini Michel yang keheranan. Kepalanya tiba-tiba dipenuhi pikiran bahwa Yammy tidak mau mengakui bahwa pria itu adalah Andre. Pria yang pernah tidur bersamanya selama tiga hari di villa mereka. Ia mulai menyangka bahwa Yammy berusaha membuat kejadian ini menjadi lebih rumit dengan mengingkari pria itu adalah Andre.
”Tentu saja ia Andre!”
”Bukan!”
Michel melongo.
”Mengapa kau memaksaku mengakui pria itu adalah Andre?” Yammy kembali bertanya. Ia merasa ada yang aneh pada diri Michel. Dirinya pernah tidur bersama pria bernama Andre itu tentu saja ia tahu pasti bila pria itu adalah Andre bahkan ia masih ingat caranya bercinta yang menjijikkan. Namun Michel memaksanya mengakui bahwa pria yang baru saja mereka lihat itu adalah Andre.
Michel sebenarnya ingin berteriak bahwa Yammy pernah tidur dengan pria itu selama tiga hari jadi mengapa harus lupa dan mengingkarinya. Na
un ditahannya perasaan yang menggelegak itu, diraihnya juice avocado dan rasa pahit kembali mengalir di tenggorokannya.
”sudahlah, mungkin aku yang salah lihat,” Michel berkata datar. Ia tak ingin mengungkit-ungkit masa lalu. Mungkin memang Yammy sedang berusaha melupakan kejadian itu dengan mengingkari bahwa pria yang dilihatnya itu adalah Andre. Yammy masih diam menatapnya.
”Sudahlah, ayo kita makan..”, Michel berusaha mengembalikan suasana yang penuh kecanggungan itu. Yammy masih memandangnya curiga sebelum mulai meraih sendok di hadapannya. Merekapun menghabiskan hidangan tanpa berbicara dan saling menatap penuh keheranan akan apa yang ada dalam kepala masing-masing.
Saat mereka pulang, Michel masih bertanya-tanya dalam hati untuk apa Yammy berbohong padanya.
-- “Jadi keretamu akan berangkat tiga jam lagi bukan?” Andre menggenggam tangan Janet seakan-akan tak ingin melepaskannya.
Mereka kini berada di pinggiran trotoar depan stasiun kereta antar kota. Siang tadi ia tengah menyelesaikan instalasi programnya di Pizzo Car ketika Janet mengajaknya bertemu. Andre membereskan perangkatnya dalam lima belas menit , izin kepada Mr.Manuel dengan alasan mengambil beberapa source code yang dibutuhkan dan bergegas menuju bandara. Beruntung jadual keberangkatan pesawatnya bertepatan dengan saat ia tiba di bandara. Kini ia mendapati hidungnya telah mencium aroma Clinique Happy dari leher Janet yang berjalan di sisinya.
“terus kemana kita sekarang?” Janet bertanya sambil menatap mata Andre, ” aku belum memesan tiket kereta” lanjutnya.
”kau ingin memesan tiket dahulu?” Andre balik bertanya dengan mata berkeliling waspada. Bagaimanapun berada di kotanya sendiri bersama seorang wanita yang bukan isterinya mengandung resiko. Herald atau kawan-kawannya yang lain bisa saja memergoki mereka.
“Terserah. Enaknya bagaimana?” Janet masih menatap mata Andre.
“enaknya kau tak usah kembali hari ini,” kata Andre sambil tertawa mencoba mengalihkan kekuatirannya. Dipandangnya mata Janet lekat-lekat dan tiba-tiba ia menyadari dirinya bahagia sekali sore ini. Benaknya heran betapa ia sangat merasa dekat dengan wanita yang baru dijumpainya ini. Mungkin obrolan-obrolan mereka melalui ruang chat yang membuatnya merasa Janet bukan orang asing baginya.
”stasiun sudah di depan kita,” Janet berkata sambil memandang atap stasiun yang tinggi. Bangunan itu berlantai tiga dengan tiang-tiang hijau besar sebagai penopangnya.
”kita pesan sekarang?” tanya Andre ragu. Ia masih ingin menghabiskan waktu bersama Janet.
”mmm...bagaimana bila kita berkeliling dulu, nanti malam saja aku kembali dengan kereta terakhir. Toh loket dibuka satu jam sebelum keberangkatan,” Janet berkata sambil tersenyum.
Andre merasa lega dan menarik tangan Janet. Sebuah ide melintas di benaknya,” kau ingin lihat kantorku?”
Janet mengangguk dan merekapun menghentikan taxi yang berseliweran di depan stasiun.
Mereka sudah memasuki ruang kerja Andre. Janet menatap penuh perhatian ke sekeliling ruangan. Ruang kerja itu tanpa karpet dengan lantai keramik putih besar. Jendelanya tak akan terjangkau oleh tangannya. Letaknya dekat langit-langit ruangan dengan pinggiran dari kayu mahoni. Ruangan itu berisi dua meja besar dan tiga meja yang lebih kecil. Dua meja besar berada di masing-masing sisi ruangan saling berhadapan. Tiga meja kecilnya berjejer rapi di sisi yang lainnya. Pada ketiga meja itu tergeletak beberapa alat elektronik rancangan Andre.
” Alat apa itu?”
” untuk mengirim sinyal ke satelit. Semacam GPS namun berbeda,” Andre menoleh ke arah Janet. Ia ragu-ragu untuk meneruskan menjelaskan perangkat tersebut. Janet bukan orang yang dilihatnya akrab dengan chip-chip elektronik.
“dan itu?” Janet kini menunjuk ke alat yang lainnya.
” itu pengirim text over GSM. Pesan melalui jaringan GSM.”
“sms?”
“yah, semacam itulah.”
“kau pandai menciptakan alat rupanya.”
”Hmm...” Andre tersenyum tak menjawab.
”ini mejaku,” Andre menghampiri salah satu meja kerja besar dan menata kabel-kabel data yang berserakan di atasnya. Ia bersyukur dalam kantor barunya yang kecil ini mejanya hanya dipenuhi kabel dan tidak ada foto Anna dan Rachel.
”itu?” Janet bertanya menunjukkan jari ke meja besar satunya.
”meja Herald. Rekananku.”
”kau hanya berdua?”
”ya.sejak kami memutuskan untuk memberhentikan seluruh karyawan. Belum lama berselang,” Andre berkata datar, “ ini kantor baruku,” lanjutnya.
Janet membalikkan badannya. Kaos merahnya yang ketat menempel di lengan Andre. Ia menatap Andre dan mereka berdua hanya diam tanpa tahu harus melakukan apa. Janet mencium aroma rempah dan ia yakin Andre bisa merasakan aroma wangi yang manis dari parfum Janet.
Beberapa saat lamanya mereka saling pandang dengan berdiri. Gejolak hangat menjalar di tubuh Andre, ia bisa merasakan kekenyalan payudara Janet di lengannya.
“ kau tidak ingin menciumku?”. Suaranya terdengar agak serak. Dilihatnya Janet hanya tersenyum dengan mata berbinar seperti Rachel yang nakal.
“di chat, kau berani sekali,” Andre berkata sambil melingkarkan tangannya di pinggang Janet dan memberanikan diri menyelipkan salah satu jarinya.
Bibir Janet kini sudah tak tersenyum, ia bisa merasakan jari Andre di kulit pinggangnya. Ketika Andre mencoba mencium Janet, wanita itu menghindar ke belakang dan sebelum Andre sempat melakukan apapun,Janet sudah memberinya kecupan di pipi.
Dada Andre berdegup,” hanya itu?”
Janet tersenyum,” mau yang seperti apa?”
“nih,” Andre menunjuk bibirnya sendiri.
Janet menarik tubuh Andre lebih rapat dan mencium bibirnya.
Mereka merasakan desakan yang sama dan bibir mereka saling berpagutan. Mereka ingin melepaskan seluruh kerinduan yang terpendam.
”kau pernah bercinta?” Andre tiba-tiba bertanya memberanikan diri di sela-sela ciuman mereka.
Janet menggelengkan kepala dan Andre memeluknya lebih rapat.
--- Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam. Berarti masih dua tiga jam lagi Michel kembali. Sepulang mereka makan siang bersama tadi suaminya langsung pergi lagi dan Yammy malas untuk bertanya kemana ia pergi. Diangkatnya sepanci besar sup panas dari atas kompor. Perutnya sudah terasa kosong, sejak acara makan bersama Michel yang tidak mengenakkan tadi. Diambilnya mangkuk kecil dari atas rak dan sesaat kemudian Yammy merasakan suapan supnya yang pertama. Sambil makan dirinya masih bertanya-tanya akan kejadian di restaurant. Ia yakin Michel mempunyai maksud tersembunyi dengan mengatakan bahwa pria yang mereka lihat adalah Andre. Yammy heran mengapa Michel membohonginya. Ia sendiri pernah tidur bersama pria bernama Andre itu selama tiga hari untuk menolong Michel dari jeratan penjara jadi mana mungkin ia lupa bentuk pria itu.
Sesekali sendoknya mengaduk-ngaduk supnya yang panas. Dipandangnya seledri segar dengan wortel-wortel di mangkuknya. Potongan wortel itu seperti liontin berliannya. Tiba-tiba ia teringat akan Marion. Pria yang hanya dikenalnya lewat telepon misterius itu tahu semua hal yang terjadi dan Yammy merasa harus menemukan pria itu. Ada yang tidak beres dengan Michel, ia ingin mengetahuinya.
Sementara itu Michel sedang memacu kendaraannya cepat-cepat melintasi jalan bebas hambatan. Ia berharap malam ini jalanan akan bersahabat dengannya, ia lelah melihat kemacetan tiap hari dalam hidupnya. Benaknya masih bertanya-tanya akan sikap Yammy tadi siang. Ini bukan hal yang normal! Isterinya itu sudah pernah tidur dengan bosnya selama tiga hari dan tadi siang menolak mentah-mentah bahwa pria yang mereka lihat adalah Andre.
Diliriknya jarum spedometer menunjukkan kecepatan seratus lima puluh kilometer per jam dan Michel tidak berniat menguranginya. Ditekannya perlahan-lahan pedal gas semakin dalam sementara sesuatu dalam benaknya terlintas. Ada sesuatu yang tidak beres pada kejadian di villa itu! Bila memang Yammy benar bahwa pria itu bukan Andre berarti Yammy memang belum pernah bertemu dengan Andre hingga saat ini dan itu membuatnya semakin penasaran.
Setelah melintas Route Overfly , Michel membawa kendaraannya menukik turun melalui terowongan dan beberapa menit kemudian ia menepikan kendaraanya di depan sebuah bangunan bercat putih.
-- ”jadi ada apa kau kemari? ” Herald memandangnya sambil duduk. Michel bekas akuntingnya itu kini duduk di hadapannya dengan wajah penuh pikiran. Sejak Michel dikeluarkan ia tidak pernah bertemu dengannya. Herald tidak terlalu menyukai Michel. Andre telah membuktikan bahwa Michel seorang yang tidak dapat dipercaya untuk urusan uang.
”aku hanya ingin tahu apakah Andre pernah menceritakan sesuatu tentang villa,” Michel membuka suara. Michel nekat berkunjung ke tempat Herald, ia berharap Herald dapat membantunya membuka keanehan sikap Yammy tadi siang.
”Villa?” Herald bertanya dengan nada bingung.
“Ya. Villa kecilku di perkebunan teh,” Michel menatap bekas atasannya itu dengan serius.
Herald melongo tak tahu apa yang diinginkan Michel, “Aku tak tahu apa yang kau maksudkan. Coba kau tanya saja padanya,”
Michel diam tak menjawab. Ia bingung harus memulai dari mana.
“ada apa sebenarnya?” Herald kembali bertanya.
Michel menatap mata bekas atasannya itu. Ia ragu untuk menceritakan semuanya. Biar bagaimanapun menceritakan isterinya telah ditiduri orang atas ijinnya selama tiga hari adalah hal yang sangat bodoh. Namun ia mengerti bahwa Herald adalah salah satu peluangnya meraih informasi.
”begini...apa kau tahu akan kasusku ?” Michel bertanya dengan perasaan ragu.
“kasus..? “
“kasus mengapa aku dikeluarkan.”
”oo...” Herald menatap lawan bicaranya, “ tentu. Semua karyawan diberhentikan. Tidak terkecuali kau,” lanjutnya.
”ehm...maksudku bukan itu..,”
”lalu? Apa maksudmu. Jangan berputar-putar Michel,” Herald merasa ia mulai membuang-buang waktu dengan berbicara hal yang tidak ia mengerti.
”apa kau benar-benar tak mengerti?” Michel kini yang kebingungan. Herald tak menjawab dan Michel memutuskan bahwa ini semua percuma. Ia bangkit dari duduk menyalami Herald yang masih belum mengerti apa yang terjadi dan melangkah ke luar pintu.
Saat mobil Michel telah berlalu, Herald mengangkat gagang telepon dan memutar nomor telepon Andre.
“jadi kapan kau kembali dari Pizzo?” Herald membuka pembicaraan.
”aku belum tahu. Banyak ‘lubang’ di sini.”
“well, aku ingin bicara padamu terutama masalah Michel. Ia baru saja ke rumahku.”
“Michel…? Ada apa?”
“aku tak tahu. Ia menyebut-nyebut villanya dengan kebun teh dan dirimu. Aku tak mengerti. Jadi kuharap kau segera menyelesaikan urusan Pizzo dan cepat kembali kemari.”
”apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja sekarang?”
”tidak. Aku ingin bicara langsung dengan kau. Ada yang aneh dengan sikap Michel tadi.”
“baiklah. Minggu depan aku kembali.”
Klik.
Telepon ditutup dan Herald merebahkan tubuhnya di kursi. Semangatnya menulis berbaris-baris source code menjadi hilang karena kedatangan Michel yang aneh.
Sementara itu dua jam kemudian jauh dari kediaman Herald, di ruang server Pizzo Car Co. Andre masih berdiri tegak memandang layar komputer di hadapannya. Namun pikirannya tak di situ, ia merasakan bahwa kejadian di villa Michel akan terbongkar juga pada akhirnya. Dirinya tak pernah menyangka Michel menghubungi Herald dan berbicara tentang peristiwa itu. Apakah Yammy telah mengetahui bahwa pria yang ia temui itu adalah Herald dan bukan dirinya. Kalau itu terjadi berarti bukan tak mungkin Michel pun akan tahu. Sebenarnya bukan masalah bagi Andre apakah dirinya atau Herald yang meniduri isteri Michel namun Herald lah yang ia takuti. Bila Michel terus berusaha mendesak Herald, lama kelamaan Herald akan menyadari bahwa liburan tiga harinya bersama seorang wanita cantik di villa kebun teh itu ada hubungannya dengan Michel.
Andre menimbang-nimbang seluruh kemungkinan dan benaknya membayangkan bila Herald akhirnya sadar bahwa villa itu adalah villa Michel. Herald juga akan tahu bahwa wanita yang ditidurinya itu adalah Yammy isteri Michel. Akhirnya hal yang paling ditakuti Andre akan terjadi bila mereka bertiga bertemu dan saling berterus terang. Bukan mustahil Yammy akan mengakui telah mencuri filenya atas perintah seseorang bernama Marion. Herald pasti langsung tahu bahwa itu semua hanya akal-akalan Andre dan ia akan kesulitan menjelaskan kecurangannya pada Herald.
Andre menekan beberapa tombol di keyboardnya, menunggu hingga layar komputer menampilkan tulisan ’safe to shut down’ sebelum akhirnya bergegas meninggalkan kantor Pizzo menuju hotelnya. Hari ini ia pulang pergi dengan pesawat menembus jarak ribuan kilometer demi bertemu Janet dan berendam dalam bak hangat akan mengusir jet lag yang mendera tubuhnya.
__________________________________________________________________________________
No comments:
Post a Comment