Mimpi Mimpi Terpendam [Chapter 1 & 2]
Oleh : Mira W
____________________________________________________________________________________
Mimpi - Mimpi Terpendan [Chapter 1,2]
Happy Reading!~^^
{Prolog}
Bangunan itu bergaya Spanyol dengan pagar beton penuh ditumbuhi lumut. Ada beberapa yang bahkan melekat pada pojok-pojok dinding bangunan. Tiang-tiang dindingnya terlihat kokoh di daerah berhawa sejuk yang terpencil ini. Dua tahun yang lalu wilayah itu hanyalah sekumpulan belantara dengan pohon-pohon besar dan liar hingga sinar mataharipun tak akan sampai ke tanah.
Kini daerah itu menjadi tempat bersembunyi orang-orang terkaya di muka bumi. Wilayah terpencil dengan helipad pada tiap bangunan dan tiga ratus are hutan pinus yang memisahkannya dengan kota terdekat.
Tiap-tiap bangunan berdiri kokoh tanpa suara sama sekali. Komplek elite itu lebih menyerupai bangunan-bangunan besar di tengah-tengah hutan. Antar bangunan dipisahkan jarak tiga hingga lima kilometer bila tidak oleh sebuah danau atau sungai lengkap dengan air terjun alamnya. Privacy adalah segalanya di tempat itu. Tempat di mana orang-orang paling berkuasa di muka bumi tidak akan terjangkau oleh pers. Tempat idaman dimana individu-individu pemiliknya bisa mengumbar keinginan yang paling liar sekalipun tanpa rasa kuatir.
Saat Crozzen Building Co. memperkenalkan area itu bagi kaum terkaya di dunia hanya satu kalimat di brosurnya. /Privacy is everything./
Kalimat sederhana itu tidak main-main. Saat penawaran perdana di hadapan puluhan calon pembelinya, Crozzen Building Co. memamerkan perangkat pengacak radar dan pengacak foto satelit di area tersebut. Tidak ada radar, tidak ada satelit, tidak ada satupun yang bisa menembus kekebalan perlindungan perangkat canggih tersebut.
Janet mendaratkan helikopternya di samping bangunan tersebut. Suara baling-baling helikopter tertelan oleh gemuruh air terjun di belakang bangunan.
Andre melepas sabuk pengamannya dan berpegangan pada dashboard mengintip keluar. Janet memperhatikannya sejenak sebelum turun. Sejak awal perkenalan mereka, Andre tidak pernah mengendarai helikopter dan Janet selalu dengan senang hati membawanya berkeliling ke mana saja dengan helikopter pribadinya. Pernah satu kali Janet menawarkan Andre untuk mengendarainya namun Andre menolaknya. “Ini helikoptermu. Kau saja yang mengendarainya,” jawab Andre dengan dingin dan Janet mendapati Andre diam membisu sepanjang perjalanan. Sejak saat itu, Janet bagai pilot pribadi Andre.
Andre turun dari helikopter dan baru satu kaki dijejakkan pada pelataran ketika angin terasa menembus jaketnya. Kedua tangannya disilangkan menahan dingin. Ia melanjutkan langkahnya. Jaketnya sudah basah tersiram cipratan air terjun yang jatuh dari ketinggian 30 meter. Dipandangnya air terjun yang mengeluarkan suara gemuruh itu. Deburan airnya begitu dasyat. Kabut putih serpihan air memenuhi udara sekitar. Andre mengagumi air terjun tersebut seperti gadis kecil mengagumi boneka barunya.
Selintas ia memandang bangunan megah di hadapannya. Pada salah satu tiang bangunan tertera tulisan JJC inisial kesukaan Janet. Andre mengalihkan pandangannya kembali mengikuti Janet yang mendahuluinya. Dilihatnya wanita itu menghampiri sepasang bangku kayu santai dengan kulkas mini di sisinya di sudut pelataran. Janet membuka pintu lemari pendingin itu dan mengambil sebotol sampanye.
Andre mengikutinya duduk. Ia menuangkan sampanye dalam gelas kecil di tangannya dan mencicipinya.
/Sampanye yang sangat nikmat dan pasti mahal./
Suasana benar-benar nyaman. Angin dingin kembali menyapu kulit wajahnya. Suara gemuruh air terjun menderu terus menerus dan sesekali terdengar suara cicitan burung-burung liar jauh di atas pepohonan. Beberapa hinggap di baling-baling helikopter. Mata Andre sedang menatap kendaraan canggih berwarna putih itu ketika mendadak bayangan Rachel berpegangan tangan dengan Anna di stasiun kereta beberapa hari lalu melintas di pelupuk matanya.
/Ini semua seperti di sorga. Aku benar, Anna lebih membutuhkan aku /
Beberapa jam yang lalu ia telah berniat mengajak Janet ke rumah kontrakannya yang baru namun Janet menelponnya sejam kemudian. ’Bagaimana kalau aku yang mengajakmu ke suatu tempat yang benar-benar indah. Kita belum pernah ke sana bersama-sama.’ dan sekarang ia mendapati dirinya sudah duduk berdampingan di tengah-tengah hutan tropis ini.
Janet bangkit dari duduk dan menindih tubuh Andre. “Apakah bercinta di alam terbuka membutuhkan waktu lama sayang?” matanya menatap Andre menggoda. Andre beringsut menahan diri. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menyentuh Janet lagi. Namun gesekan puting Janet di jaketnya bukan tawaran yang mudah ditolak. Bibirnya sudah mendarat di kulit putih bersih tersebut dan setengah jam kemudian ia mendapati dirinya telah terkulai lemah penuh kepuasan dalam pelukan hangat Janet.
/Istilah/
*Asl pls* = istilah dalam chatting yang merupakan singkatan dari *A*ge *S*ex *L*ocation *Pl*ea*s*e. Digunakan untuk bertanya tentang identitas lawan bicara yang meliputi usia, jenis kelamin dan alamat. Biasa dijawab misal : 18/f/UK --] usia *18* tahun dengan jenis kelamin *f*emale (wanita) bertempat tinggal di *U*nited *K*ingdom.
*J** *= * :) *= symbol dalam chatting atau sms yang menggambarkan si penulis sedang tersenyum atau gembira.
*L* = *:(* = symbol dalam chatting atau sms yang menggambarkan si penulis sedang bersedih atau ngambek.
*Netters *= lawan bicara dalam chatting atau pengguna internet lainnya.
*Browsing* = menjelajah ke berbagai situs dalam internet.
*Chatting* = layanan internet untuk mengobrol dalam bentuk teks tulisan dan suara serta video.
*GPS* = Global Positioning Sistem, sarana untuk mengetahui lokasi sebuah obyek di muka bumi dalam bentuk derajat lintang dan bujur.
*SMS* = Short Message Service, layanan pengiriman teks melalui telepon.
*GSM* = Global Service Mobile, jaringan layanan seluler untuk telepon genggam.
*Router* , *switch* , *hub* = alat-alat yang dibutuhkan dalam jaringan computer.
*Getaway* = titik penghubung dalam internet.
*Snifer* = program pengendus yang digunakan para hacker.
*Hacker* = orang yang mencoba menyusup masuk ke system computer lain.
*Source-code* = kode-kode khusus yang dikenal sebagai baris-baris program.
*Nick * = nama samaran dalam internet.
*Log Out* = keluar dari suatu room chatt / situs di internet
* *
*Signed Out* = idem dengan log out
*Shut down* = proses mematikan komputer
*Disconnect* = *dc* = putusnya hubungan computer dengan internet
*Tx* = thanks
*/Buku I/*
*/1/*
[wisdom] Hai, asl pls.
/[janet]27/f n u?/
[wisdom] 30/m. name?
/[janet]janet/
[wisdom] wisdom. Pa kabar?
/[janet]fine tx/
Jarinya behenti menekan tuts. Ditatapnya layar komputer di hadapannya. Sepanjang hari Minggu ini ia melakukan pekerjaan membosankan mengirim berpuluh-puluh email ke perusahaan-perusahaan Setelahnya ia masuk ke ruang chat dan mendapati semua teman chat sama membosankannya. Andre melirik jam tangannya. Jam lima sore lebih sepuluh menit..
/[janet]kerja?/
Deretan huruf itu muncul lagi di layar komputernya.
[wisdom] Yup. U?
/[janet]Idem/
Nah, lalu apa lagi. Ini mungkin akan berakhir seperti yang lainnya. Say hello dan langsung log out. Andre menekan kembali tuts-tuts di hadapannya.
[wisdom] Kerja dimana?
/[janet]Textile. U?/
[wisdom] Software.
/[janet]Wauuw, wisdom programmer ya/
Wisdom. Nama nick yang ditulis asal saja oleh Andre. Andre tersenyum, bahkan ia sendiri lupa.
[wisdom] Yup. Begitulah. u suka programmer?
….
Hening. Tak ada jawaban. Andre menunggu. Menatap huruf-huruf berwarna jingga di hadapannya itu. Pengalaman menunjukkan kalau kau ingin mendapat teman chat, jangan terlalu bernafsu.
/Santai saja/. /Netters di suatu tempat entah di belahan bumi mana saat ini pasti ada yang sedang bernasib sama/.
Chatting baginya adalah pelarian meraih mimpi-mimpi indah yang bahkan dalam tidurpun tak pernah ia peroleh akhir-akhir ini. Dihisapnya dalam-dalam rokok di jarinya. Asap meliuk-liuk di sela-sela jari. Ia memperhatikan asap itu membumbung ke atas layar komputer dan berangsur-angsur menghilang lenyap dari pandangan.
Dipandangnya sekeliling ruangan café internet itu. Sunyi tanpa suara sama sekali. Ia kembali menatap layar komputer di depannya. Belum ada jawaban. Sudah sepuluh menit berlalu. Andre memutuskan untuk memulai. Jari-jarinya mulai menekan tuts keyboard dengan cepat.
[wisdom] Hai...any body home?
[janet] janet is signed out
/Sial./ Andre menatap layar komputer . Rokok di tangannya sudah hampir habis. Ia tekan dalam-dalam ke asbak di sisi monitor dan bangkit berdiri. Sudah saatnya kembali ke dunia nyata. Anna pasti sudah menunggu di rumah.
---------------- Wanita itu sudah menunggu di teras atas. Kulitnya putih. Tubuhnya berisi dengan pantat yang padat. Wajahnya cantik, paling tidak itu yang sering didengarnya dari mulut orang. Komentar lainnya ‘istri yang perfect’. Namanya Anna, seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan arsitektur. Andre mengenalnya saat di bangku kuliah. Mereka satu universitas namun berlainan jurusan. Sementara Andre bergelut dengan chip-chip elektronik, Anna dikelilingi oleh kertas-kertas gambar bergulung.
Kunjungan pertama Andre ke tempat Anna hanya dengan duduk mengobrol dan Andre mengisinya dengan kata-kata ’matematika sudah membahas integral?’
‘Sudah. Materi yang sulit ya’, jawab Anna. Belakangan ia mengetahui transkrip nilai Anna dihiasi satu huruf saja untuk matematika. Nilai A.
Setelah suasana canggung sesaat, Anna balik bertanya ’ gedung baru dekat cafetaria kampus itu untuk apa?’ dan Andre menjawab ’laboratorium digital’. Semua orang tahu di depan lahan proyek bangunan tersebut terpampang papan besar bertuliskan DI SINI AKAN DIBANGUN LABORATORIUM DIGITAL.
Pertemuan kedua diisi dengan ‘bagaimana kalau kita lihat-lihat buku di toko?’ dan dijawab ’baik,tunggu sebentar ya’. Lima menit kemudian Andre mendapati wajah Anna sudah berbalut bedak dan lips stik dengan jeans yang menunjukkan betapa subur tubuh di baliknya. Namun beberapa tahun setelah itu Andre mengalami pemandangan yang sama setiap harinya, wanita dengan baju terusan yang sederhana dan rambut yang kusut.
Pertemuan ketiga membuat jantung Anna bagi lepas dari tubuh saat Andre berkata ‘Maukah kau menjadi istriku,Anna?’
Anna hanya mengangguk tanpa penolakan dan dua jam kemudian saat Anna masih bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang baru saja didengarnya, Andre mendapat ucapan selamat dan pesta makan di sebuah restaurant dari para sahabatnya karena memenangkan taruhan mendapatkan gadisnya dalam waktu kurang dari satu minggu sejak berkenalan.
Anna memperhatikan Andre yang duduk berselonjor di bangku teras. Matahari hampir terbenam. “sore sekali pulangnya”.
“ya. Aksesnya lambat. ” kata Andre sambil membolak-balik majalah di tangannya. ” beberapa kali disconnect”.
“Rachel di mana?” Sejak masuk rumah tadi Andre tidak mendengar suara anaknya.
“Jalan-jalan ke danau dengan Mercy. Tadi rewel sepanjang hari.”
Mercy baby sister mereka memang dapat diandalkan. Mercy selalu tahu kapan Rachel rewel dan tahu bagaimana membuatnya diam.
Andre memandang ke danau depan rumahnya. Danau itu memberi pemandangan indah bagi rumahnya. Andre senang duduk seorang diri di teras atas sambil menikmati rokok dengan secangkir kopi panas. Di tepi danau Mercy dan Rachel tampak sedang bermain kejar-kejaran. Kalau memang itu bisa dikatakan permainan kejar-kejaran. Rachel berlari-lari dan Mercy mengejar di belakangnya. Samar-samar terdengar cekikikan tawa Rachel. Sesaat kemudian Mercy yang berlari dan Rachel hanya mengangkat tinggi-tinggi tangannya sambil berteriak keras-keras. Rachel tidak pernah mau mengejar.Ia hanya mau dikejar. Permainan kejar-kejaran memang kesukaannya. Faforit bagi Rachel , malapetaka bagi Mercy.
/Rachel memang makhluk kecil yang licik, /pikir Andre sambil tersenyum..
“Kau tahu tadi ada orang bank kemari. Seperti biasa, mereka juga membawa setumpuk dokumen. Tagihan dengan penuh angka,” kata Anna menatapnya dalam-dalam.
/Aku tahu kau sedang dalam kesulitan, tapi aku mengalami hal tidak menyenangkan saat mereka datang kemari dan kau tidak ada./.
”Surat dari pengacara mereka juga ada. Aku letakkan di meja rias.Mereka beri waktu satu minggu. Bila tidak kau penuhi, mereka akan lakukan proses hukum.”
Andre menoleh menatap Anna. Wajah itu tampak pucat. Menjadi istri seorang Andre memang berat. Setelah usaha Andre bangkrut, beratus-ratus surat lamaran kerja telah Andre kirim ke berbagai perusahaan. Namun tak ada hasil sama sekali. Padahal bunga tagihan bagai berlari. Kini ia mempunyai tagihan yang terus membengkak dengan liar.
”Hanya itu yang mereka katakan?” tanya Andre datar.
”Mereka orang-orang nekat. Perawakannya bukan seperti orang baik-baik. Kau tahu itu Andre.” Anna tidak mengindahkan pertanyaan Andre. Pikirannya sendiri sudah kalut. Ia sudah merasakan tatapan kejam dan kurang ajar dari tamunya tadi siang. Mereka jelas-jelas meletakkan kertas tagihan dan dokumen bank yang setumpuk itu di atas pahanya. Dan ia merasakan elusan...
Andre hanya menatapnya diam dan berkata sambil mendesah ”Tadi aku sudah mencoba mengirim beberapa lamaran melalui email. Ada beberapa yang membalas emailku terdahulu. Namun mereka menawarkan penghasilan yang terlalu kecil.” /Bahkan untuk membayar bunga tagihan saja, gaji yang ditawarkan tidak cukup./ Andre kembali mendesah. Kali ini lebih berat.
Anna mengalihkan pandangan. Jauh di bawah sana Rachel dan Mercy tampak masih berlarian. Rachel anak yang periang walau agak keras wataknya. Suara tawanya yang nakal terdengar nyaring terbawa angin. Baju merah dan celana putihnya berkibar. /Kau jangan seperti kami Rachel. Jangan tersentuh oleh hutang/.
Andre meletakkan majalah di pangkuannya dan berlalu masuk kamar. Kejadian tadi siang kembali terbayang di pelupuk mata Anna.
’ Ini tagihan dan perhitungan angka-angka serta dokumen bank lainnya,’ si tamu yang berkulit hitam dengan aksen timur itu bangkit berdiri dan meletakkan tumpukan kertas itu di atas pahanya tanpa menarik tangannya kembali. Sesaat Anna menunduk menatap tumpukan tagihan tersebut. Sesaat saja. Dalam waktu yang sesaat itu ia merasakan pahanya dielus oleh sebuah jari di balik tumpukan kertas itu. Matanya menatap angka-angka dalam kertas dengan tulisan bercetak tebal di kiri atas berbunyi TAGIHAN. Namun otaknya tidak bisa berkonsentrasi. Kulitnya merasakan lain. Sebuah rabaan dengan tekanan.
’Kalau nanti suami anda sudah pulang katakan bank mulai habis kesabaran.’ Jari itu masih menempel di pahanya. Bahan katun yang membungkus kulitnya terasa seperti lenyap. Jari itu terasa begitu kasar.
’Baik. Saya sampaikan nanti. Terima kasih.’ Anna berkata sambil menatap tumpukan kertas di pahanya. Duduknya tegang tak bergerak. Sekilas terlihat tangan hitam berminyak penuh bulu yang masih belum bergeser dari tempatnya. /Kurang ajar!/
Adegan horror itu berakhir semenit kemudian. Mereka meninggalkan rumah dengan Anna yang masih duduk terpaku diam di tempatnya menatap kertas penuh angka. /Jari yang kasar./
Anna bergidik membayangkannya dan tersadar saat Andre kembali dengan membawa tumpukan kertas-kertas itu.
“ini dokumen mereka?” Andre melintas di depannya sambil membawa setumpuk kertas di tangan.
“Iya. Semua ada di situ. Aku telah membacanya,” Anna meluruskan kakinya.
Mulanya Anna tak pernah tahu Andre mempunyai hutang sedemikian besar. Mereka sedang bersantai di sebuah café di pusat perkantoran. Café adalah simbol kehidupan metropolis yang hanya diketahui Anna dari televisi dan kini setelah menjadi isteri Andre café hanyalah sebuah tempat biasa baginya.
‘Anna, beberapa bulan yang lalu ada peluang bagus. Perusahaan melakukan ekspansi. Banyak modal dibutuhkan untuk itu semua. Awalnya berjalan sesuai rencana. Namun tiba-tiba semua tak terkendali. Mangemen telah melakukan kesalahan dan kini diambang kebangkrutan. Seluruh karyawan besok pagi akan menerima uang pesangon sekedarnya. Perusahaan sudah tidak sanggup menggaji mereka. Kini kewajiban kita adalah hutang yang harus dilunasi terhadap bank.’ Andre mengatakannya dengan ringan sambil menyesap kopi panasnya saat itu dan Anna hanya diam mendengarkan.
Ia begitu heran dengan Andre yang tetap tenang membicarakan dirinya terlibat hutang. Kekaguman Anna terhadap Andre adalah sikap tenangnya yang luar biasa.
‘namun kita masih bisa berharap ada satu proyek lagi yang bisa menutup semua hutang itu. Hebatnya proyek itu hanya membutuhkan beberapa orang saja. Pekerjaan-pekerjaan yang terlalu teknis kita sub-kan,’ lanjut Andre saat itu.
Andre mengatakan itu semua dengan penuh senyum dan rasa percaya diri. Malam itu berjalan wajar dan menyenangkan. Mereka menikmati suasana romantis cafe dan pulang hampir tengah malam sebelum akhirnya mereka bercinta dengan penuh gairah.
Itu dulu. Kini Anna menyelam dalam kebingungan dan kegelisahan bersama Andre karena satu-satunya proyek harapan itu gagal juga. Dan bank tetap bersenang hati mengirimkan surat-surat tagihan secara rutin.
Dilihatnya Andre sudah duduk di sebelahnya. Wajahnya sesaat berkerut serius.
Andre membuka lembar demi lembar tagihan itu. Dibacanya dengan hati-hati. Lembar pertama berisi surat dengan jumlah total tagihan. Lembar kedua berisi surat peringatan lengkap dengan pasal-pasal hukum. Lembar ketiga penuh angka dan kolom yang cukup rumit. Lembar keempat dan seterusnya angka-angka itu semakin rumit dan lebih mengerikan. Lembar terakhir somasi pengacara bank yang membuatnya menjadi gila! /Ini sudah di luar batas. Aku tak akan sanggup membayarnya. /
Anna hanya menatap Andre. Wajah pria disampingnya itu benar-benar tenang. /Apa kau akan tetap tenang Andre, bila tahu apa yang mereka lakukan padaku tadi./ Ia bergidik kembali , bulu kuduknya meremang saat teringat betapa kasar jari itu.
”Anna, bagaimana kalau untuk sementara waktu kau dan Rachel tinggal di rumah orang tuamu,” Andre berkata sambil tetap menatap kertas-kertas bank tersebut. ”Aku akan membereskan ini semua dan kau bisa kembali kemari bila semua masalah ini telah berakhir.”
”Tidak Andre. Itu tak akan menyelesaikan masalah.”
” Tapi kau tak akan terganggu.”
”Aku memang terganggu dengan keadaan kita ini, tapi aku tak mau tinggal di rumah orangtuaku.”
” Apa kau akan tahan dengan semua ini Anna?” ditatapnya wajah istrinya itu.
”Sudah kukatakan aku tak mau tinggal di rumah orangtuaku,” Anna berkeras dengan keputusannya.
Andre terdiam sambil menghindari tatapan istrinya.
”Aku ingin tetap bersamamu Andre. Kita akan hadapi ini semua bersama-sama,” Anna menggenggam tangan Andre. /Aku mencintaimu sejak saat kau memintaku menjadi istrimu./
Andre kembali memperhatikan tumpukan kertas di tangannya, ”Baiklah, tapi kau harus bersabar. Ini semua akan berlangsung tidak menyenangkan. Aku akan berusaha menyelesaikan semuanya secepat mungkin,” Andre berkata dengan perasaan tidak yakin.
/Ini semua akan semakin berat bagimu Anna./
_____________________________________________________________________________________
[Chapter 2]
*/2/*
Mungkin memang cuacanya yang kurang bersahabat. Sejak ia bangun tidur, matahari tak tampak. Angin berhembus kencang. Mendung kelabu di langit namun tak turun hujan. Saat ia mencoba bangkit dengan mempelajari ulang kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan managemen di bawah pimpinannya, datang beberapa amplop coklat. Isinya tagihan tunggakan pajak. Ada beberapa kekeliruan dalam laporan pajak. Masalah seperti ini biasanya cukup diselesaikan dengan beberapa tombol dari telepon kantornya dan Michel, akuntingnya akan tergesa-gesa memasuki ruangannya untuk menyelesaikan semua kerumitan pajak itu.
Tapi itu dulu. Kini ia seorang diri. Herald belum datang walau hampir tengah hari. Mereka berdua memiliki lebih dari lima puluh persen saham perusahaan. Herald seorang programmer andal namun nol besar masalah pajak dan angka-angka. Ia hanya tahu bermpimpi besar tentang mega proyek dan mencoba mewujudkan semua mimpi-mimpinya itu dengan mengetik barbaris-baris source code dalam software ciptaan mereka.
Saat ada kekeliruan pajak, ia hanya berkata ‘serahkan saja pada Michel. Ia kita gaji untuk itu’. Hingga kinipun Herald tak akan pernah bisa memahami pentingnya pajak. Bahkan bila Andre tidak berusaha mempelajari laporan keuangan perusahaannya, ia tak akan pernah tahu bahwa Michel pernah mencoba memanipulasi cashflow perusahaan untuk mendapatkan pajak masukan dari Kantor Pajak. Jumlahnya tak main-main. Cukup untuk sebuah villa mungil di perbukitan dengan pemandangan kebun teh di sekitarnya.
Pernah suatu hari Herald berkata dengan bangga ‘kurangi laba perusahaan maka kau akan mendapatkan penghematan pajak.’ Itu terjadi saat ia dipaksa Andre untuk mengikuti seminar perpajakan selama tiga hari. Herald menolaknya tetapi Andre memaksanya untuk ikut. Herald datang hari pertama dan mendengarkan kata –kata kebanggaanya itu dari pembicara seminar. Hari kedua dan ketiga ia sudah terpekur di kamar kerjanya menekuni baris-baris programnya kembali. Tanpa pernah tahu apa yang harus dilakukan agar kalimat kebanggaannya itu bisa direalisasikan dalam perusahaan mereka.
Andre yang berusaha melakukan pengalihan-pengalihan investasi , membolak-balik kolom neraca dan laba rugi sebelum akhirnya ia bisa tersenyum puas pada akhir tahun saat mereka berhasil melakukan penghematan pajak.
Saat Andre sedang mengamati laporan pajak, pintu ruang kerjanya terbuka. Herald muncul dengan tas hitamnya.
”Siang, Andre.Apa yang sedang kau baca itu ?” katanya sambil melangkah menuju meja kerjanya.
”Tagihan pajak”
Herald tersenyum sambil membuka tas laptopnya, ”kantor pajak dan bank sama-sama mempunyai kebiasaan menyakiti kita rupanya.”
”Ini akan menjadi masalah Herald” Andre berkata agak ketus, kesal dengan sikap Herald yang tidak pernah ambil pusing. Dilihatnya Herald sedang membungkuk mencari-cari kabel power di kolong meja. Andre kembali menatap kertas-kertas di mejanya berusaha mencocokkan tagihan pajak dengan laporan keuangan mereka. Sejak seluruh karyawan dikeluarkan termasuk Michel, Andre bukan saja pemilik perusahaan dan dewan direksi namun juga merangkap menjadi akunting.
”Harusnya Michel tidak kau keluarkan Andre. Kita masih membutuhkannya.” tiba-tiba Herald sudah tegak kembali.
“ Itu keputusan kita bersama Herald. Bukan aku yang memutuskan.”
“Ya, tapi kau yang mengusulkan. Aku sama sekali tak tahu masalah angka-angka. Aku percaya padamu. Aku pikir kau cukup andal untuk menangani itu semua tanpa Michel,” Herald mencondongkan tubuhnya menghadap Andre,” Namun ternyata kau kesulitan juga ya tanpanya.”
Andre diam tak menjawab. Percuma membahas pajak bersama Herald. Herald mengantungi ijazah akunting namun lebih memilih software dalam hidupnya. Andre seringkali heran bagaimana mungkin Herald bisa memperoleh ijazah dalam bidang akutansi sedangkan ia sama sekali tak tahu rumitnya angka-angka keuangan. Ia hanya tertarik pada baris terakhir laporan laba rugi. Bila pada baris tersebut tertera angka besar, ia akan tersenyum puas dan bila tertera tanda kurung ia akan langsung bertanya ’apa yang membuat kita rugi Andre. Tolong jelaskan padaku.’
Beberapa kali laporan triwulan mereka dihiasai kerugian yang dapat menipu pajak. Kerugian karena investasi yang dilakukan perusahaan.Itu semua ulah Andre. Andre tahu laba perusahaan yang dialihkan untuk investasi produktif akan menghemat pajak namun Herald tidak. Laba rugi perusahaan selalu minus namun aset mereka akan terus membengkak tumbuh.
”Bagaimana database Sephor Co?’ Andre bertanya tanpa mengindahkan ucapan Herald tadi.
“ Cukup baik. Ada beberapa yang harus kubereskan. Detail kecilnya cukup memusingkan. Tapi aku berjanji software kita kali ini benar-benar aman dan tanpa bugs.” Herald berkata dengan penuh percaya diri.
Baguslah pikir Andre. Sephor Co perusahaan besar yang bonafid. Bisnis retailnya terus merambah kota-kota di seluruh negeri dari barat hingga timur. Pembayaran mereka selalu tepat.
Kita membutuhkan uang segar untuk sekedar bertahan hidup. Pajak harus mengalah dulu. Pembayaran dari Sephor Co bisa dialihkan sebagian untuk membayar cicilan bank.
Beberapa menit kemudian mereka berdua sudah menekuni pekerjaannya masing-masing. Mereka saling duduk berhadapan. Meja Andre di sebelah utara dan Herald di sisi selatan ruangan besar itu. Andre berkutat dengan angka-angka dan kertas-kertas. Herald berkutat dengan baris-baris program. Kacamatanya sesekali dinaik turunkan tanda sel-sel otak di kepala Herald sedang bekerja keras.
Setelah cukup puas memilah rekening-rekening mana saja yang bisa diutak-atik untuk pembenahan laporan keuangan, Andre menyandarkan punggungnya. Ditatapnya ruang kerja di sekelilingnya. Lemari besar di belakang Herald masih tetap di sana. Lemari besar itu berisi seluruh dokumen kontrak pekerjaan yang pernah mereka dapat. Lemari itu bukti perusahaan mereka pernah mengalami masa-masa jaya.
Dua buah bingkai foto Anna dan Rachel di meja Andre juga masih ada. Pena emas yang setia menanda tangani seluruh kontrak kerjanya juga masih ada di tempatnya seperti biasa. Karpet tebal ruang kantornya masih lembut bagi kakinya yang telanjang. Andre selalu mempunyai kebiasaan melepas sepatu saat bekerja. Kaca ruang kantornya masih berembun karena AC juga masih seperti sedia kala. Semuanya tetap seperti biasa. Seperti dulu. Tak ada yang berubah. Aku tak ingin kehilangan ini semua. Aku mencintai ruangan ini. Aku mencintai kehidupanku. Aku mencintai pekerjaanku, pikir Andre dalam benaknya.
--- Sore itu Andre berjalan di sisi trotoar keluar kantornya. Ia menuju stasiun terdekat. Kereta listrik menjadi bagian hidupnya saat ini. Setelah ia dan Herald memutuskan untuk menjual seluruh aset perusahaan dan memberhentikan karyawan mereka, Andre tak ubahnya pegawai kantor biasa. Setiap pagi dan sore ia berjalan tergesa-gesa mengejar jadual kereta listrik yang selalu penuh sesak dan panas meskipun kereta itu dilengkapi pendingin udara. Kadang sepatunya terinjak-injak oleh penumpang yang berjubel. Kadang telinganya harus bersabar menahan pekik tangis anak kecil atau celotehan para karyawan wanita lengkap dengan tawa-tawanya sepanjang perjalanan. Beberapa kali matanya menjadi saksi pelecehan seksual. Pernah ada seorang wanita berdiri diam tanpa bisa bergerak karena pantatnya ditempel ketat oleh paha seorang laki-laki di tengah-tengah himpitan penumpang lainnya. Di lain hari pernah seorang lelaki berdiri bagai patung dengan posisi yang aneh. Awalnya Andre mengira karena penumpang yang berjubel, namun beberapa saat kemudian Andre mengetahui alasannya. Tangan penumpang pria itu bersender tenang di blazer penumpang sebelahnya. Tepat di bagian payudara. Kehidupan yang tidak beradab begitu awalnya ia berpikir. Namun beberapa bulan kemudian ia sudah terbiasa dengan itu semua.
Aku pun menjadi bagian kehidupan yang tak beradab, pikir Andre pada suatu perjalanan menuju kantornya. Pagi itu ia sudah berlari-lari hampir tertinggal kereta listrik. Sesaat sebelum pintu kereta menutup ia berhasil meloncat masuk. Kereta mulai berjalan perlahan dan karena hampir terjatuh ia menyambar lengan penumpang lainnya. Saat pintu kereta itu sudah tertutup dan deru kereta serta pendingin udara terdengar ia mendapati lengan yang disambarnya ternyata milik seorang wanita. Usianya sekitar tiga puluh tahun dengan wajah menarik dan rambut tergerai sebahu. Aroma cologne tercium dari lehernya yang jenjang. Katun tipis seragam kerjanya menempel erat dengan kemejanya. Andre bahkan bisa merasakan hangat kulitnya. Perjalanan menjengkelkan itu berbalik menjadi perjalanan yang menyenangkan.
“Diiinn..diiiiinnn….!”
Tiba-tiba sebuah suara klakson mobil yang melintas mengagetkannya. Lamunannya buyar. Setelah beberapa menit berjalan melintasi taman kota, dilihatnya gedung stasiun sudah tampak di depan dan Andre bergegas masuk. Dibelinya tiket dan ia bergegas naik ke lantai tiga mengikuti tangga berjalan. Keretanya kadang tiba mendahului jadwal dan ia tak mau tertinggal.
Kereta listrik hilir mudik melintas dari berbagai jurusan. Ia masih mempunyai beberapa menit lagi. Keretanya belum tampak dalam layar tunggu di papan elektronik yang tergantung di langit-langit stasiun.
Andre duduk di bangku tunggu. Kepalanya mulai berpikir. Harusnya ada beberapa yang bisa diutak-atik untuk menutupi tagihan pajak. Hingga kini Andre tak habis mengerti bagaimana perhitungan pajak tidak sama dengan perhitungan akuntansi. Ia mendesah pelan sibuk berpikir. Dikeluarkannya sebatang rokok dan dibakarnya. Ditengah hiruk pikuk kehidupan metropolis ini, duduk seorang diri sambil menikmati sebatang rokok dan mengamati kesibukan di sekitarnya menjadi kebiasaan Andre yang baru.
Sambil duduk Andre mengingat-ngingat lagi beberapa laporan keuangan yang disiapkan Michel beberapa saat sebelum akuntingnya itu dikeluarkan.
Ia teringat Michel pernah mencoba memanipulasi cashflow perusahaan untuk mendapatkan keuntungan pajak dan memasukkan ke dalam sakunya sendiri tanpa sepengetahuan Andre dan Herald. Andre memeriksa ulang semuanya saat itu dan setelah yakin ia memanggil Michel.
Dalam ruangan kerja Andre yang dingin saat itu, peluh Michel membasahi dahinya. Ia tertangkap basah melakukan kecurangan di saat yang tidak tepat. Bawahannya itu telah membayar uang muka sebuah villa mungil. Villa itu terletak di perkebunan teh dengan lapangan golf dan klinik spesialis di dalam komplek.
Michel akuntingnya yang handal dan efesien. Pagi itu Michel telah memegang uang yang akan dibayarkannya untuk pelunasan villa idamannya tersebut. Lebih tepatnya villa idaman istrinya. Namun Andre bukan saja seorang system analis yang akrab dengan dunia software dan chip-chip elektronik namun juga jeli melihat angka-angka. Parahnya ia sangat tertarik dalam dunia akunting dan ini yang merepotkan Michel untuk melakukan kecurangan-kecurangan seperti yang kerap ia lakukan di perusahaan tempatnya bekerja sebelum bergabung di perusahaan Andre.
‘maaf Andre, aku telah berkianat padamu. Uangnya ada padaku belum aku bayarkan ke developer.’ Michel berkata tersendat-sendat.
’Apa kau pernah melakukan hal ini sebelumnya Michel?’ tanya Andre tegas.
’Tidak. Tentu saja tidak Andre.Istriku menginginkan tempat peristirahatan dan ia memilih villa itu. Kami mempunyai tabungan. Semua sudah aku bayarkan. Namun masih kurang. Ada celah dalam laporan pajak. Aku memanfaatkannya. Aku hanya ingin menyenangkan istriku.’
’ Kau pernah membayangkan rasanya di dalam penjara Michel?’ Andre bertanya dingin.
Andre ingat peluh Michel makin berkucuran saat itu.
‘ Aku bisa mengirim ini semua ke polisi dan Herald pasti hanya mengangguk setuju saja’
’ Maafkan aku Andre. Akan aku kembalikan uang itu.’
’Tidak semudah itu Michel. Kau telah melakukan kesalahan. Aku tak ingin kau lari dari permasalahan ini.’
’Aku mohon Andre. Aku lakukan apa yang kau inginkan tapi jangan perpanjang masalah ini.’ Andre ingat sekali Michel terduduk lemas menatap dirinya.
’Lalu bagaimana dengan istrimu. Apakah ia tak akan menanyakan mengapa villa itu tidak jadi kalian miliki?’
’ Aku akan berterus terang dengannya. Sayangnya dalam kontrak disebutkan bila kami tidak melunasinya, maka uang yang telah kami bayarkan tidak dapat ditarik kembali.’
Pagi itu di ruang kerja, Andre menatapnya lama. Michel akunting cerdas dan berbakat tapi moralnya sangat lemah. Sayang sekali ia masih membutuhkan tenaganya. Bila tidak tentu berkas-berkas di tangannya ini sudah ia bawa ke polisi.
‘berapa usia istrimu Michel?’
Andre bisa melihat wajah Michel yang keheranan. Bawahannya itu hanya tertegun tak menjawab. Mungkin ia bertanya-tanya apa hubungan ini semua dengan pertanyaan yang diajukan dirinya.
‘aku tanya berapa usia istrimu’.
’dua tiga.’
’bagus. Apa kau ingin villa itu menjadi milikmu?’
Michel masih terdiam. Bingung dengan semua percakapan mereka saat itu. Salah jawab berarti ancaman penjara.
’Tentu saja’
Apakah kau ingin aku tidak membawa kasus ini ke polisi?’
’Tentu. Tentu Andre.’
’istrimu cukup menarik Michel. Aku pernah melihatnya berbincang-bincang dengan kau saat di pesta undangan tempo hari.’
Ia bisa melihat wajah Michel yang berkerut.
’Ehm, apa yang kau inginkan Andre?’ Michel bertanya dengan wajah bodoh.
Sesaat kemudian Andre mengajak Michel ke café kecil di lantai bawah gedung perkantoran mereka.
Pembicaraan itu berlangsung singkat. Michel hanya diberi tahu untuk membawa istrinya, Yammy ke villa kecil itu. Dan ia harus segera meninggalkan istrinya di sana selama beberapa hari. Andre akan memberi tahu Michel kapan dan bagaimana isterinya bisa dijemput kembali.
Setelah pertemuan itu Michel terduduk lemas tak bergerak di bangku cafe.
/Dasar play boy!/
/Namun ini satu-satunya jalan. Isterinya sangat menginginkan villa tersebut./
Aku mencintai isteriku. Aku ingin ia berbahagia. Mungkin kalau aku berusaha jujur dengannya ia bisa mengerti, pikir Michel. Kepalanya terasa berdenyut-denyut. /Bagaimana aku harus mengatakannya ke Yammy?/
Ding! Dong! Bunyi keras dari papan elektronik di langit-langit stasiun membuyarkan lamunan Andre. Ditatapnya papan itu. /Sial!/ Andre bangkit dari duduknya dan berlari menuju tangga turun sambil membuang rokok di tangannya. Harusnya jalur 2 tempat keretanya datang namun papan elektronik itu menunjukkan keretanya akan memasuki jalur 4. itu artinya ia harus berpindah ke sisi seberang stasiun melalui lantai dua melintasi kolong rel.
Ia berlari cepat. Tas dalam genggamannya terayun-ayun. Dengan terengah-engah ia melintasi lantai dua dan menuju tangga naik ke jalur 4. Dalam eskalator tubuhnya berjejalan dengan penumpang lain yang berebut naik takut tertinggal kereta. Sudah tak diindahkannya sepatunya yang berkali-kali terinjak penumpang yang mempunyai tujuan sama itu. Mereka semua sama seperti dirinya. Tertipu jalur kereta yang berpindah di luar kebiasaan. /Inilah kehidupan metropolis!/
Perjuangannya tak sia-sia ia berhasil mencapai lantai tiga tepat saat kereta itu memasuki stasiun. Ia memperoleh tempat duduk di pojok. Dalam sekejap kereta yang kosong itu langsung penuh dengan berbagai ragam manusia. Tawa-tawa karyawan muda dan celoteh-celoteh penumpang lainnya seperti biasa mulai memasuki telinga Andre. Ia mencoba meluruskan duduknya agar nyaman dan menutup matanya. /Aku harus sabar. Ini semua hanya sejenak saja. Setelah semua hutang-hutang itu beres kehidupanku akan kembali lagi./
Malamnya setelah menemani Rachel menonton Bart Simpson, Andre merebahkan tubuh di sisi Anna. Gaun tidurnya yang berwarna pualam kelihatan serasi dengan kulit tubuhnya. Selintas tercium aroma PerryWoman dan Andre memeluknya, ”Kau sudah mengantuk Anna?”
”Kenapa?”
Andre tak menjawab hanya tangannya mengelus-elus lembut pinggul Anna.
”Jangan sekarang...aku lelah Andre...”
--- Yammy menunggu di teras villa mungil itu. Ia belum pernah bertemu Andre. Saat di pesta undangan beberapa minggu lalu, suaminya telah mencoba mencari-cari Andre untuk diperkenalkan tapi tidak bertemu hingga akhir pesta.
Dipandangnya pemandangan di sekitarnya. Kebun teh yang indah dengan hawa sejuk pegunungan. Aku menginginkan tempat ini Michel, aku akan lakukan apapun untuk mewujudkannya, pikir Yammy.
Michel sudah menceritakan semuanya. Sulit dan agak gila mencoba memahami semua yang didengarnya. Dirinya di sini bersiap-siap menukar kemolekan tubuhnya dengan villa ini. Diteguhkan hatinya. Tugasnya sekarang ialah di sini menunggu apa yang akan terjadi dan sesudahnya mereka berdua , Yammy dan Michel akan memiliki villa ini untuk selamanya.
Yammy masuk ke dalam villa dan melihat-lihat kembali perabot di dalamnya. Sudah berulang kali ia melakukannya sejak datang tadi namun tak bosan-bosannya ia mengagumi semua perabot indah itu. Sofa yang nyaman. Lemari kayu yang anggun dan meja makan mungil dari kaca yang cantik. Susunan gelas kristal yang cantik ada di pojok lemari. Entah mengapa ia sangat menyukai bentuk gelas itu. Ia menyukai gelas dan cara gelas-gelas itu tersusun bertingkat yang rapi.
Dibukanya pintu kamar. Dikaguminya dinding kamar berwarna jingga dengan ornamen kayu gelap itu. Ia akan menggantung beberapa foto pernikahan mereka di dinding. Kamarnya cukup luas dengan meja rias di pojok dan pintu kamar mandi di sisi lainnya. Di sebelah pintu kamar mandi ada ranjang berseprei putih bersih dengan bed cover jingga. Kelihatannya ranjang yang nyaman. Ranjang! Ia merinding membayangkan apa yang akan terjadi selama beberapa hari nanti antara dirinya dan Andre.
Beberapa jam kemudian setelah duduk bermalas-malasan menonton televisi, telepon berdering.
Diangkatnya gagang telepon.
”Kau Yammy ? ” sebuah suara pria terdengar dari seberang.
/Andre kah ini ?/
“Ya. Ini siapa?”
“Marion.”
“Ya…” Yammy tak mengerti apa yang harus diucapkan. Ia tak mengenal seseorang yang bernama Marion. Hanya Michel dan Andre yang tahu keberadaannya di villa ini.
“Kau bisa komputer?” ”Ya. Cukuplah. Ada apa?” Yammy masih kebingungan.
“Kau tunggu di sana. Andre beberapa saat lagi tiba. Ia membawa laptop. Kau cari folder bernama Zino. Kopi seluruhnya ke flashdisk. Kau bisa?” suara itu terdengar bernada perintah.
“Ya. Itu mudah. Tapi siapa kau? Aku tidak mengenalmu dan tak ada flashdisk di sini.”
”Kau buka lemari dengan susunan gelas kristal di ruang makan. Dibaliknya ada flashdisk.” Suara itu tidak mengindahkannya.
”Ya. Tapi kau siapa?”
...
”.....aku siapkan sepuluh ribu dollar. Begitu aku terima flash disk itu kau akan terima uang itu dalam rekeningmu. Setelah kau copy letakkan flashdisk itu di tempatnya kembali” suara itu masih bernada perintah, ” 442-787449 itu rekeningmu kan?”
”siapa kau sebenarnya?”
/bahkan ia mengenal nomor rekeningku./
“ bagaimana kalau kau membohongiku?” Yammy mendesak. Ia tak mau dipermainkan oleh orang yang tak dikenal.
“ aku selalu mematuhi perkataanku sendiri. Bila kau meragukan aku, lebih baik aku bawa berkas-berkas suamimu ke polisi!” suara itu terdengar mengancam.“Lakukan perintahku. Kau dapatkan uangmu..”
Klik!
Telepon terputus.
Yammy menatap gagang telepon itu. Semuanya makin terasa aneh dan membingungkan. Ia di sini untuk menyelesaikan masalah Michel dan kini ia harus berlaku seperti seorang agen rahasia mengendap-ngendap untuk mencuri file. Jelas orang itu mengetahui juga penipuan yang dilakukan Michel.
Ia ingin menelpon Michel namun ditundanya.
/Ada baiknya aku menyimpan uang itu sendiri tanpa sepengetahuan Michel./
Ia melangkah menghampiri lemari dengan susunan gelas kristal bertingkat itu…
Beberapa jam kemudian sebuah mobil memasuki pekarangan villa. Yammy mengintip dari balik jendela. Seorang pria turun. Pria itu berkacamata berambut lurus dan tinggi. Kemejanya birunya terlihat kusam.
Pintu depan terbuka. Pria itu melangkah masuk dan mendapati Yammy duduk di sofa menatapnya.
“Yammy, apa kabar? Aku Andre”, pria itu tersenyum. Ia membawa tas kulit coklat.
/Pasti itu laptop./
”Baik. Aku Yammy. Nah, apa kita mulai sekarang?” Yammy langsung pada pokok persoalan. Ia tahu apa yang diinginkan Andre untuk menutup kasus suaminya.
Tiga puluh menit kemudian mereka sudah berbaring dalam diam. Ranjang itu sudah acak-acakan. Yammy menatap tubuh telanjang yang tertidur pulas di sisinya dengan pandangan jijik.
/Bos suaminya ini bukan ahli dalam bercinta./
Ia masih harus melakukan satu tugas pribadinya. Setelah yakin pria di sisinya tertidur pulas, Yammy bangkit dari ranjang, membuka laptop, mencari folder Zino, dan memindahkannya ke dalam flashdisk yang telah ia siapkan di laci meja rias.
Selama tiga hari ia melayani nafsu liar bos muda tersebut. Dua hari setelah itu semua berakhir ia mampir ke bank dan mendapati tambahan sepuluh ribu dollar di rekeningnya.
/Thanks God, aku ingin membeli liontin berlian. //Pasti serasi dengan gaun pesta merahku. Thanks Marion, siapapun engkau.../
----- Herald berjalan tergesa-gesa memasuki ruangan dengan wajah ceria. Dilihatnya Andre sedang sibuk menghadap komputer di ruang kerja kantornya yang dingin.
”Thanks Andre. Wanita itu luar biasa. Aku hanya mengaku menjadi dirimu dan ia membuatku hampir gila. Tiga hari yang liar…haha..” Herald memamerkan deretan giginya. Wajahnya tersenyum puas. “o..iya, lihat ini,” lanjut Herald sambil mengeluarkan benda hitam dari tasnya.”Aku membawanya sebagai kenang-kenangan.Ia wanita yang haus sex….”
Andre mengamati benda di tangan Herald itu. Celana dalam wanita dengan penuh rendra seperti jaring ikan. Andre tersenyum melihat tingkah Herald itu. /Kain itu seharga source codemu. Aku menjualnya ke pesaing Zino. //Aku memperoleh berkali-kali lipat dari sepuluh ribuku. Dan kau tak kan pernah tahu Herald./
___________________________________________________________________________________
No comments:
Post a Comment